Baterai merupakan komponen penting kendaraan listrik. Riset baterai listrik untuk kendaraan akan bermanfaat bagi pengembangan industri kendaraan listrik ke depan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Peneliti dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia mengembangkan inovasi material baterai litium ion untuk kendaraan listrik dari ampas kopi. Inovasi ini memiliki keunggulan, di antaranya memiliki bobot lebih ringan dan waktu pengisian daya yang lebih cepat.
Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Sejak beberapa tahun lalu, konsumsi kopi di Indonesia bahkan terus meningkat. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian mencatat, total konsumsi kopi di Indonesia mencapai 228.000 ton per tahun.
Tingginya konsumsi kopi itu akan diiringi dengan meningkatnya limbah ampas kopi dari konsumsi rumah tangga dan produksi industri skala besar. Limbah ini akan menjadi masalah dan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Berangkat dari kondisi tersebut, tim peneliti Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) memanfaatkan limbah ampas kopi untuk mengembangkan material baterai litium ion kendaraan listrik. Hasil kajian menunjukkan bahwa limbah ampas kopi memiliki kandungan karbon yang tinggi, mencapai 58 persen.
Karbon aktif ini bisa kita dapatkan, di antaranya, dari ampas kopi, batok kelapa, dan biomassa. Ampas kopi inilah yang kami buat karbon aktif agar konduktivitas LTO meningkat.
Kandungan lignoselulosa yang ada dalam ampas kopi juga telah memiliki ikatan karbon aromatik. Hal ini membuat ampas kopi menjadi kandidat prekursor pembuatan material karbon yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja penyimpan energi.
Ketua Tim Peneliti Baterai Litium Ion FTUI Anne Zulfia Syahrial menjelaskan, baterai litium yang banyak dipasarkan saat ini biasanya mengandung grafit sebagai anoda dan lithium ferro phospate (LFP) sebagai material aktif katoda. Namun, grafit memiliki banyak kelemahan, antara lain mudah terjadi korsleting dan kerap mengganggu ion litium dalam pengisian daya.
Dengan banyaknya kelemahan dari grafit, para peneliti kemudian membuat material baru, yaitu lithium titanate oxide (LTO). Material LTO memiliki keunggulan tidak mudah terjadi korsleting dan mempunyai litiasi tinggi sehingga membuat pengisian daya bisa lebih cepat.
Meski demikian, terdapat satu kelemahan LTO dibandingkan dengan grafit, yaitu aspek kapasitas spesifiknya. Kapasitas spesifik LTO berada di 175 miliampere jam per gram bahan (mAh/g) atau lebih rendah dari grafit dengan kapasitas 372 mAh/g. Namun, kapasitas spesifik dari LTO ini bisa ditingkatkan dengan menambahkan karbon aktif atau unsur silikon.
”Karbon aktif ini bisa kita dapatkan, di antaranya, dari ampas kopi, batok kelapa, dan biomassa. Ampas kopi inilah yang kami buat karbon aktif agar konduktivitas LTO meningkat,” ujar Anne yang juga guru besar bidang material komposit UI. Setelah menambahkan karbon aktif, kapasitas LTO tercatat pernah lebih dari 500 mAh/g.
Proses pembuatan
Sebelum menjadi material baterai LTO, ampas kopi terlebih dahulu dibuat menjadi grafin yang merupakan bagian dari grafit. Saat proses pengujian, peneliti mendapatkan ampas kopi tersebut dari kantin FTUI. Setelah itu, ampas kopi dicuci dengan etanol dan air kemudian dikeringkan pada temperatur 80 derajat celsius di dalam oven.
Ampas kopi kering dari hasil pengeringan tersebut dicampurkan dengan kalium hidroksida. Proses selanjutnya adalah memanaskan campuran tersebut secara hidrotermal pada temperatur 150 derajat celsius selama enam jam. Melalui sejumlah proses, hasilnya berupa serbuk yang kemudian dicampurkan kembali dengan karbon aktif seperti silikon hingga menjadi komposit LTO.
”Setelah menjadi komposit LTO, proses pemadatan massa material dilakukan agar serbuk-serbuk atau partikel ini tercampur dan menyatu. LTO hasil sintering ini yang digunakan sebagai material aktif anoda,” ujar Anne.
Baterai dengan LTO ini memiliki sejumlah keunggulan. Salah satunya, berbobot ringan, seberat 200 kilogram. Bobot ini lebih ringan dibandingkan dengan baterai berkapasitas sama yang berkisar 500 kilogram. Dengan bobot yang ringan, jarak tempuh yang bisa dicapai kendaraan listrik juga akan meningkat.
Selain itu, pengisian daya baterai LTO ini juga lebih cepat dibandingkan dengan baterai yang banyak diproduksi saat ini. Rata-rata pengisian daya baterai mobil konvensional secara penuh membutuhkan waktu 1,5 hingga 2 jam. Sementara pengisian daya baterai LTO hanya butuh waktu 30 menit. Bahkan, ke depan waktu pengisian baterai ditargetkan 15 menit.
Menurut Anne, pengembangan baterai ini belum sampai diaplikasikan ke kendaraan listrik. Sebab, sistem kendaraan listrik memerlukan kumpulan baterai (battery pack) sehingga butuh sistem manajemen baterai (battery management system/BMS) tersendiri.
”Pengembangan dari kami baru prototipe dan masih memerlukan BMS untuk mengumpulkan baterai-baterai tersebut yang disusun oleh tim dari teknik elektro. Dari sini kita bisa mengetahui output kapasitas dan pengisian daya secara penuh untuk satu kendaraan listrik,” katanya.
Penelitian untuk mengubah batok kelapa dan biomassa lainnya menjadi karbon aktif sudah dilakukan sejak lama oleh peneliti FTUI. Namun, pengembangan ampas kopi menjadi grafen sebagai salah satu material LTO ini mulai dilakukan Anne dan tim sejak tiga tahun lalu. Ke depan, pengembangan baterai LTO secara massal untuk kendaraan listrik diharapkan dapat bekerja sama dengan industri.
Potensi besar
Dekan FTUI Hendri Budiono menyatakan, inovasi baterai listrik dari FTUI ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia. Hasil penelitian ini juga menunjukkan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi penguasa pasar baterai kendaraan listrik karena material pembuatan yang banyak tersedia di alam Indonesia. Ia pun berharap inovasi ini dapat diserap oleh industri untuk dikomersialisasikan.
Direktur Research Center for Advanced Vehicle (RCAVe) FTUI Mohammad Adhitya menambahkan, penelitian baterai listrik LTO merupakan bagian dari riset besar RCAVe. Saat ini, RCAVe tengah mengembangkan teknologi bus listrik berukuran besar bersama beberapa mitra industri melalui program riset produktif Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
”Bus listrik dirancang sebagai bus ramah lingkungan bersama mitra industri dengan memperhatikan faktor keamanan, keselamatan, dan efisiensi energi. Bus ini menggunakan rangka badan berbahan aluminium yang dipasangkan pada rangka low entry berjenis monokok serta akan dilengkapi dengan sistem cerdas,” katanya.